Selasa, 14 Januari 2014

Islam dinusantara

Penyebaran Islam (1200 - 1600)
Berbagai teori perihal masuknya Islam ke
Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus
diskusi mengenai kedatangan Islam di
Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema
utama, yakni tempat asal kedatangannya, para
pembawanya, dan waktu kedatangannya.[1]
Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang
menyentuh Indonesia, di kalangan para
sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad
Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya
menjadi tiga teori besar. Pertama, teori
Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari
wilayah Gujarat – India melalui peran para
pedagang India muslim pada sekitar abad
ke-13 M. Kedua, teori Makkah . Islam dipercaya
tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah
melalui jasa para pedagang Arab muslim
sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia . Islam
tiba di Indonesia melalui peran para pedagang
asal Persia yang dalam perjalanannya singgah
ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad
ke-13 M. [1] . Melalui Kesultanan Tidore yang
juga menguasai Tanah Papua, sejak abad
ke-17, jangkauan terjauh penyebaran Islam
sudah mencapai Semenanjung Onin di
Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
Kalau Ahli Sejarah Barat beranggapan bahwa
Islam masuk di Indonesia mulai abad 13
adalah tidak benar, HAMKA berpendapat
bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah
Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan
kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di
pantai Barat Sumatera ( Barus) [2] . Pada saat
nanti wilayah Barus ini akan masuk ke wilayah
kerajaan Srivijaya .
Pada tahun 674 M semasa pemerintahan
Khilafah Islam Utsman bin Affan,
memerintahkan mengirimkan utusannya
(Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa
yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya
Kalingga ). Hasil kunjungan duta Islam ini
adalah raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari
Kalingga, masuk Islam [3] .
Pada tahun 718M raja Srivijaya Sri
Indravarman setelah kerusuhan Kanton juga
masuk Islam pada masa khalifah Umar bin
Abdul Aziz ( Dinasti Umayyah ).
Sanggahan Teori Islam Masuk Indonesia
abad 13 melalui Pedagang Gujarat
Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui
pedagang Gujarat, menurut pendapat sebagian
besar orang, adalah tidaklah benar. Apabila
benar maka tentunya Islam yang akan
berkembang kebanyakan di Indonesia adalah
aliran Syi'ah karena Gujarat pada masa itu
beraliran Syiah, akan tetapi kenyataan Islam di
Indonesia didominasi Mazhab Syafi'i .
Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya
Islam pada masa awal dengan bukti Tarikh
Nisan Fatimah binti Maimun (1082M) di
Gresik .
Masa kolonial
Anak-anak mengaji Al Quran di
Jawa pada masa kolonial Hindia
Belanda
Pada abad ke-17 masehi atau tahun 1601
kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara
untuk berdagang, namun pada perkembangan
selanjutnya mereka menjajah daerah ini.
Belanda datang ke Indonesia dengan kamar
dagangnya, VOC, sejak itu hampir seluruh
wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh.
Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di
Nusantara belum sempat membentuk aliansi
atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan
proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam
yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek
kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini
telah diterapkan oleh para ulama saat itu.
Ketika penjajahan datang, para ulama
mengubah pesantren menjadi markas
perjuangan, para santri (peserta didik
pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah)
yang siap melawan penjajah, sedangkan
ulamanya menjadi panglima perang. Potensi-
potensi tumbuh dan berkembang di abad
ke-13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap
penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya
hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam
yang syair-syairnya berisi seruan perjuangan.
Para ulama menggelorakan jihad melawan
penjajah Belanda . Belanda mengalami
kewalahan yang akhirnya menggunakan
strategi-strategi:
Politik devide et impera , yang pada
kenyataannya memecah-belah atau mengadu
domba antara kekuatan ulama dengan adat,
contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan
perang Diponegoro di Jawa.
Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian
Hourgonye alias Abdul Gafar, seorang Guru
Besar ke-Indonesiaan di Universitas Hindia
Belanda, yang juga seorang orientalis yang
pernah mempelajari Islam di Mekkah . Dia
berpendapat agar pemerintahan Belanda
membiarkan umat Islam hanya melakukan
ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang
berbicara atau sampai melakukan politik
praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh
pemerintahan Belanda dan salah satunya
adalah pembatasan terhadap kaum muslimin
yang akan melakukan ibadah Haji, karena pada
saat itulah terjadi pematangan pejuangan
terhadap penjajahan. [4]
Di akhir abad ke-19, muncul ideologi
pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal-
al-Din Afghani dan Muhammad Abduh. Ulama-
ulama Minangkabau yang belajar di Kairo ,
Mesir banyak berperan dalam menyebarkan
ide-ide tersebut, di antara mereka ialah
Muhammad Djamil Djambek dan Abdul Karim
Amrullah . Pembaruan Islam yang tumbuh
begitu pesat didukung dengan berdirinya
sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah
(1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera
Thawalib (1915). Pada tahun 1906, Tahir bin
Jalaluddin menerbitkan koran pembaruan al-
Iman di Singapura dan lima tahun kemudian, di
Padang terbit koran dwi-mingguan al-Munir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar